Perilaku
merokok merupakan perilaku yang berbahaya bagi kesehatan, tetapi masih banyak
orang yang melakukannya. Bahkan orang mulai merokok ketika mereka masih remaja.
Sejumlah studi menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai merokok antara umur 11
dan 13 tahun dan 85% sampai 95% sebelum umur 18 tahun.
Ada berbagai
alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab mengapa seseorang
merokok. Menurut Levy (1984) setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang
berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Pendapat
tersebut didukung oleh Smet (1994) yang menyatakan bahwa seseorang merokok
karena faktor-faktor sosio cultural
seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan.
Menurut Lewin perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan
individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam
diri juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal mengatakan bahwa merokok
tahap awal dilakukan dengan teman-teman (46%), seorang anggota keluarga bukan
orang tua (23%) dan orang tua (14%). Hal ini mendukung hasil penelitian yang
dilakukan oleh Komasari dan Helmi (2000) yang mengatakan bahwa ada tiga faktor
penyebab perilaku merokok pada remaja yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif
orang tua terhadap perilaku merokok remaja, dan pengaruh teman sebaya.
Kebiasaan merokok terjadi karena pengaruh lingkungan sosial, teman
sebaya, orang tua, media dan sebagainya. Semakin hari semakin gencar rokok
dipublikasikan diberbagai media cetak dan elektronik, semakin hari pula banyak
remaja yang merokok dan kecanduan.
Definisi lain menyatakan faktor resiko adalah faktor-faktor atau
keadaan-keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status
kesehatan tertentu. Faktor resiko merokok merupakan faktor penyebab pertama
kali seseorang untuk merokok atau faktor yang meningkatkan probabilitas
seseorang untuk merokok. Faktor resiko tersebut diantaranya :
a.
Pengaruh orang tua
Keluarga merupakan lingkungan
sosial pertama dalam interaksi, membentuk pola perilaku dan sikap seseorang
yang dipengaruhi norma dan nilai yang terdapat dilingkungan keluarga,
kemungkinan seseorang menjadi perokok lebih tinggi pada keluarga yang orang
tuanya perokok.
b.
Pengaruh teman
Teman merupakan lingkungan
sosial kedua yang mempengaruhi perilaku merokok. Meskipun lingkungan sosial
kedua tetapi dalam mempengaruhinya lebih kuat daripada lingkungan keluarga.
Faktor yang mempermudah seseorang untuk menjadi perokok adalah sahabat yang
merokok.
c.
Faktor kepribadian
Orang mencoba untuk merokok
awalnya karena ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau
jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang
bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memilki
skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna
dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah. Faktor kepribadian
merupakan faktor penyabab dari dalam diri individu (intrinsik). Ada beberapa
tipe-tipe kepribadian pada diri seseorang yang dapat memicu untuk merokok,
misalnya konformitas sosial dan kepribadian lemah. Faktor penyebab ini
keberadaannya tidak dapat dirubah. Hal ini sama dengan faktor intrinsik lainnya
seperti umur dan genetik.
d.
Pengaruh iklan
Iklan memiliki banyak fungsi
diantaranya berfungsi mengkomunikasikan produk-produk baru, membujuk para
konsumen untuk membeli produk tertentu atau mengubah sikap mereka terhadap
produk-produk atau perusahaan tertentu dan sebagai pengingat tentang sebuah
produk. Selain itu, iklan menyebabkan seseorang membeli produk atau jasa yang
tidak mereka butuhkan. Sebab terakhir yang dapat disebutkan mengapa seseorang
merokok ialah rayuan suara nikmatnya rokok melalui siaran radio sangat membujuk
untuk merokok.
e.
Jenis kelamin
Perokok laki-laki jumlahnya
lebih banyak daripada perokok perempuan, hal ini menunjukan bahwa dimasyarakat
orang laki-laki yang tidak merokok dianggap kurang jantan atau kurang berani
ambil resiko, ada juga anggapan bahwa seorang anak gadis tidak pantas merokok.
Adanya anggapan-anggapan tersebut dimasyarakat akan mempermudah kesempatan
merokok pada laki-laki. Faktor yang mempermudah seseorang untuk menjadi perokok
adalah seseorang berjenis kelamin laki-laki.
f.
Stres
Merokok mempunyai pengaruh
menenangkan, membius dan banyak menggunakannya sebagai cara menghadapi stres
(Alexander, 2002). Keadaan stres tidak secara langsung menimbulkan seseorang
untuk merokok akan tetapi stres memicu untuk memperoleh atau menggunakan sesuatu yang dapat menenangkan misalnya
menghilangkan stres dengan merokok. Didalam rokok terdapat zat berupa nikotin.
Nikotin bereaksi dibagian otak yang mengatur bagian perasaan nyaman dan
dihargai.
Hal tersebut baru diketahui
oleh para ahli belakangan ini setelah dilakukan berbagai penelitian lebih
lanjut. Mereka menemukan bahwa perjalanan nikotin dibagian otak ternyata dapat
mencapai tingkatan dopemin. Dopemin ini adalah sebuah transmisi saraf yang
mempunyai fungsi menciptakan perasaan nyaman dan dihargai manusia. Perilaku
merokok karena stres termasuk perilaku yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.
Dimana merokok digunakan untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila
marah, cemas, gelisah sehingga bila merokok perasaan negatif akan terkurangi.
g.
Budaya
Seseorang akan menjadi perokok
melalui dorongan psikologis dan dorongan fisiologis. Dorongan psikologis
seperti ritual-ritual dimasyaralat yang menggunakan tembakau akan menyebabkan
seseorang untuk mencoba rokok walaupun mekanisme tidak secara langsung, selain
itu budaya maskulinitas yang masih mengakar kuat di masyarakat dapat juga
menjadi peluang bagi seseorang untuk merokok.
h.
Pengalaman buruk
Laporan survei yang termuat
pada The Journal of The American Medical
Association mengungkapkan bahwa orang yang memiliki pengalaman buruk pada
masa kanak-kanak lebih besar kemungkinan merokok, merokok sejak usia dini, atau
menjadi perokok berat di usia dewasa. Ini jika di bandingkan dengan orang yang
memiliki pengalaman sebaliknya.
i.
Kemudahan memperoleh rokok
Faktor pemungkin perilaku
merokok adalah tersedianya rokok dijual di sekitar rumah, selain itu penjualan
eceran atau batangan meningkatkan akses anak dan remaja terhadap rokok.
Penjualan rokok batangan merupakan hal yang biasa, walaupun harga per bungkus
sudah rendah. Hal ini mempermudah akses terutama bagi penjualan rokok batangan
yang merupakan 30% dari total penjualan perusahaan rokok.
Faktor resiko merokok dapat
juga dibedakan berdasarkan:
1.
Faktor resiko
intrinsik : usia, jenis kelamin, kepribadian dan stres
2.
Faktor resiko ekstrinsik : orang tua perokok, teman perokok, iklan rokok,
tetangga perokok, harga rokok dan sebagainya.